4 Desember 2013

Timeless Story : Rain Falls Again



The Story Based on Puing Kenangan by Ungu


Abi's Part

Gerimis adalah salah satu hal baru di dalam hidupku. Entah sejak kapan aku mulai menyukai gerimis namun, belakangan aku menyadari sejak mengenalmulah aku jatuh hati pada gerimis. Bagiku gerimis tidak hanya memberikan ketenangan dan keteduhan namun, juga memberiku kenangan-kenangan tak terlupakan di masa yang lalu. Gerimis seolah memiliki kekuatan tak kasat mata yang mampu membawa seseorang menjelajah waktu dan perasaan.

Gerimis masih saja jatuh di balik kaca jendela. Titik embun mulai menempel dan membentuk tetesan-tetesan air yang menyejukkan. Hampir satu jam aku di sini, menyaksikan tiap butiran gerimis dari balik jendela. Terlintas di dalam pikiranku tentangmu, tentang kita yang pernah memiliki cerita.

Waktu itu....

Saat itu sudah hampir dua jam kita berada di kafe di kawasan Dago, tempat biasa kita menghabiskan waktu berdua. Namun, malam itu begitu berbeda. Tidak ada lagi senyuman indah dari balik bibirnya yang mungil. Dia seolah tidak sedang memusatkan perhatian untukku malam itu.

"Sayang, kamu kenapa sih?" ucapku sambil mencoba menenagkannya yang kulihat begitu gelisah dari balik wajahnya yang terpoles make up sederhana dan lipstik merah seperti yang biasa digunakan Taylor Swift.

"Aku nggak apa-apa, Bi. Mungkin cuma lagi nggak enak badan, kerjaan di kantor lagi banyak-banyaknya." jawabnya, "Abis ini, langsung antar aku ke rumah saja ya?" pintanya sambil menggenggam tanganku erat.

Aku sedikit tersenyum, "Seharusnya dari awal kamu bilang dong kalo lagi nggak enak badan, tadi kan bisa aku cancel aja acara malam ini," aku meraih ponsel dan mengenakan blazer yang kulepas, "Kita pulang sekarang aja ya!" ajakku sambil beranjak dari kursi.

Namanya Marsya, kami sudah bertunangan hampir setahun terakhir dengan waktu pacaran yang lumayan lama, lima tahun. Marsya adalah perempuan yang sederhana tidak begitu cantik, tidak banyak menuntut dan tidak memiliki banyak aturan yang harus aku patuhi. Mungkin hal kecil yang sederhana itu yang membuatku menjadikan Marsya sebagai tambatanku. Namun, terkadang aku memiliki rasa cemburu dengan dirinya yang smart dan memiliki banyak relasi. Terkadang pekerjaannya sebagai copy writer di salah satu production house di bidang iklan membuatnya harus bertemu dengan client terlebih client pria, membuatku cemburu. Mungkin hal itu yang membuat hubungan kita naik turun.

Setengah jam setelah melewati jalanan Dago yang macet total, akhirnya tiba juga aku di rumah Marsya. Sepertinya ia cukup kelelahan, nafasnya yang naik-turun teratur menandakan ia sangat nyenyak menikmati tidurnya. Hal yang paling menggemaskan, melihatnya tertidur seperti ini, hal yang sering terjadi.

"Sayang, bangun sudah sampai di rumah nih!" aku mencoba membangunkannya.
Marsya tersadar, ia mulai membuka kelopak matanya dan merapikan pakaian yang dikenakannya, ia melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya, "Aku turun dulu ya," pamitnya.

"Selamat tidur ya!" ucapku sambil mengecup keningnya, hal yang biasa kami lakukan.

***

Sudah hampir seminggu ini sejak dinner terakhir yang kami lakukan, Marsya sibuk dan seolah tidak memiliki waktu yang cukup untukku. Setiap kali kutelepon ada saja alasannya untuk tidak menjawab teleponku, kalaupun dijawab ada saja alasannya untuk segera mengakhiri pembicaraan.



1 komentar: