10 Agustus 2013

Dilema Cinta

Pagi yang cerah. Jam digital di tangan gue menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, gue menghentikan mobil di depan sebuah rumah bercat ungu. Gue memencet tombol play di tape mobil gue. Seketika lagu Dilema Cinta by Ungu terdengar syahdu. Gue membunyikan klakson mobil. Tak lama kemudian seorang cewek dengan memakai pakaian SMA keluar rumah sambil menenteng tasnya berjalan, memasuki mobil gue.
"Pagi!" sapa gue sambil menoleh ke cewek manis yang duduk di sebelah gue.
"Pagi!" jawabnya dengan sedikit senyuman yang terpaksa diberikannya untuk gue.
"Elo kenapa? Abis nangis?" tanya gue saat gue melihat matanya lebam.
"Iya. Semalem, ortu gue tengkar lagi, besok pengadilan akan mutusin perceraian ortu gue," jawabnya dengan nada kesal.
Gue menghela nafas, "Yang sabar ya! Gue akan selalu di deket lo, lo gak usah khawatir." kata gue.
"Thanks," jawabnya singkat.
Namanya Marsha. Marsha Putri Napasha. Dia cewek yang cantik, baik dan cute. Gue dengan Marsha sahabatan udah lama banget. Sejak, gue masih kecil hingga sekarang gue tetep temenan sama Marsha. Tapi, gue ngerasain hal yang aneh pada Marsha. Perasaan yang gue rasain ke Marsha, gue... gue... cinta sama Marsha. Gue udah bilang sama Marsha tentang perasaan gue ini tapi, dengan nada malas dia selalu meminta gue untuk gak nyatain cinta gue padanya. Tapi, gue gak bisa ngilangin rasa cinta gue ini ke Marsha.
"Oya, gue heran deh Dir." kata Marsha memulai pembicaraan saat dalam perjalanan ke sekolah.
"Heran?"
"Iya, gue heran sama Leo. Lo tahu gak? Kemarin dia janji bakal ngajak gue dinner tadi malem, tapi semalem dia malah ngebatalin acara dinner-nya. Reseh banget tau gak," jawabnya dengan bibir sedikit manyun.
"Oh... Dia kan orangnya emang gitu Sha. Suka gak menepati janji. Apa lo gak menaruh kecurigaan gitu sama dia?" balas gue.
"Dirga, please deh jangan mulai bikin gue sebel lagi sama lo. Dan, jangan bilang kalo Leo selingkuh. Gue udah bosen tau!" jawabnya seolah tau maksud gue.
Ya, Leo adalah pacar Marsha. Mereka udah jadian sekitar satu tahun. Gue heran sama Marsha, kenapa ya dia lebih milih Leo ketimbang gue? Gue kan setia, baik dan perhatian sama dia. Sedangkan Leo?! Cowok playboy dan junkist yang hampir aja mati karena overdosis. Gue sebenernya gak setuju banget Marsha jadian sama Leo. Gue (bahkan hampir semua orang yang kenal Leo) sudah sering banget ngeliat Leo hang out bareng cewek lain dan gak jarang juga gue ngeliat Leo berduaan masuk losemen, padahal dia masih pacaran sama Marsha. Ngapain coba masuk ke losemen cuman berduaan, kalo gak . . . . Entahlah, gue gak tau apa something special-nya Leo kok Marsha sampe cinta banget sama dia.
"Elo itu jangan mudah percaya sama omongannya orang Dir. Apa yang mereka omongin belum tentu bener, kan?"
"Terserah elo deh Sha. Elo mau percaya ato gak, yang pasti gue bilang hal ini bukan karena omongan orang tapi, gue udah pernah ngeliat dengan mata kepala gue sendiri,"
"Halah... Elo boong kan? Udah ngaku aja, lagian gue gak akan percaya sama siapapun sebelum gue ngeliat dengan mata kepala gue sendiri. Lagian elo kenapa sih sampe segitunya sama Leo?!"
"Terserah elo. Gue gak mau orang yang gue cintai disakitin sama orang yang bikin gue kesel," jawab gue.
"Apa? Orang yang elo cintai?" ulang Marsha.
"Ya, orang yang gue cintai, yaitu elo."

***

Brukk!! Brukk!! Brukk!! Suara bola basket yang gue drible terdengar nyaring. Gue lagi asyik maen basket di lapangan basket saat jam pelajaran Kimia lagi kosong bareng temen-temen gue. Udah hampir satu jam gue asyik berada di bawah terik matahari yang menyengat. Gue berlari menuju Rio yang melambaikan tangannya menyuruh gue menemuinya.
"Ada apa?" tanya gue dengan nafas yang masih naik turun.
"Eh, lo tau gak? Semalem, gue ngeliat Leo masuk losemen sama Tiara, adik kelas." jawabnya dengan nada berbisik.
"Serius lo?"
"Yah, masa gue tega ngeboongin elo sih?"
Emang sih gue rada gak percaya sama Rio. Soalnya dia itu orangnya suka boong dan jail tapi, tampangnya yang serius itu membuat gue yakin dan percaya kalo Rio itu gak bohong sama gue.
"Ya gue coba percaya deh sama lo, trus... trus?" kata gue meminta Rio melanjutkan ceritanya.
"Terus apaan?"
"Ya terus gimana ceritanya elo bisa tagu kalo Leo lagi sama Tiara?"
"Semalem, sepulangnya gue sama Dinda dari nonton gue ngeliat mobil Leo masuk ke losemen. Awalnya gue sama Dinda gak percaya kalo itu mobil Leo tapi, setelah orang yang di dalam mobil keluar tebakan gue bener. Leo."
Gue antusias mendengarkan cerita Leo, "Oh gitu ya. Yo, lo tahu gak gimana caranya biar Marsha percaya kalo Leo selingkuh?" tanya gue meminta masukan dari Rio, sahabat gue yang baik hati dan tidak sombong itu.
"Ya elo mesti ngomong yang sejujurnya dong sama dia,"
"Gue udah pernah ngomong kalo Leo selingkuh tapi, Marsha gak pernah percaya sama gue."
Tak lama kemudian seorang cewek datang menghampiri gue dan Rio.
"Hai, pada ngomongin apaan sih kayaknya serius banget?" katanya sambil membawa teh kotaknya.
"Eh, elo Sha. Mau tahu aja, biasa ngomongin masalah cowok," kata Rio.
"Oh..." kata Marsha disertai anggukan. "Eh, Dir ntar pulang sekolah anterin gue ke toko buku ya, gue mo beli novel," tambah Marsha.
"Oke. Dengan senang hati," jawab gue.

***

Bel pulang sekolah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Gue berada di dalam mobil nungguin Marsha yang lagi asyik ngobrol sama Leo. Jujur gue cemburu banget ngeliat pemandangan ini. Gue iri ngeliat Leo yang tega mencium kening Marsha di hadapan gue, seorang cowok yang begitu mengagumi Marsha.
Waktu berjalan begitu cepat, gue melajukan mobil gue menuju toko buku yang tak jauh dari sekolah gue.
"Dir, gue seneng banget hari ini!" serunya dengan mata berbinar-binar. Bahagia.
"Seneng kenapa?" tanya gue heran.
"Lo tahu gak? Ntar malem gue mo dinner sama Leo, trus dia katanya mo ngasih sureprise gitu sama gue,"
Gue menelan ludah. Sialan!!! Kenapa sih Marsha masih terbujuk dengan rayuannya Leo, cowok yang sangat perfect di mata Marsha, "Heh, Marsha, Marsha. Elo tuh gak tau apa pura-pura gak tau sih? Elo masih mau aja terbujuk rayuan gombalnya Leo. Seharusnya elo sadar Sha, Leo itu gak cinta sama lo,"
"Udah Dir, jangan mulai deh," pintanya pada gue.
"Sha please, gue mohon sama elo. Percaya sama gue! Gue sahabat lo," tegas gue.
"Sahabat? Sahabat macam apa lo yang pengin ngehancurin hubungan gue dengan Leo. Apa itu yang disebut sahabat?" jawab Marsha. Emosi.
"Sha, elo seharusnya percaya sama gue."
"Udah deh. Gue bingung sama lo, kenapa sih elo ngotot banget bilang kalo Leo selingkuh?"
"Karena gue cinta sama lo!"
Marsha terdiam mendengar ucapan gue. Gak tau kenapa gue bisa bilang kalo gue cinta sama Marsha, sahabat gue sendiri. Marsha, sorry if i love you . . .

***

Tiga hari kemudian...


"Namun ku terlanjur mencintai dirimu
Terlambat bagiku pergi darimu
Bagiku terlalu indah perasaan itu tak mudah untukku menjauh darimu
..." HP gue berbunyi dengan lagu Dilema Cinta sebagai ringtone-nya. Gue meraih HP gue yang ada di laci sebelah tempat tidur gue. Terlihat di layar display nama Rio.
"Halo!" sapa gue.
"Dir, elo dimana?" tanya Rio.
"Gue di rumah emangnya kenapa?"
"Dir gue tunggu elo di Rumah Sakit," pintanya.
"Rumah sakit? Emangnya ada apa?" tanya gue heran.
"Udah deh, pokoknya elo mesti nyusul gue ke rumah sakit. Buruan!" pinta Rio lalu menutup telepon.
Jam 8 malem, gue bergegas menuju rumah sakit. Gue sesegera mungkin melajukan mobil gue. Lima belas menit kemudian, mobil Avansa gue memasuki halaman rumah sakit. Gue segera turun dari mobil dan berlari kecil menuju ruang UGD. Ya, Rio menyuruh gue ke ruang UGD. Entahlah siapa yang sakit gue gak tahu. Di depan ruang UGD gue liat Rio dan Dinda sedang duduk di kursi panjang ruang UGD. Dan disana juga terlihat Tante Agustin, mama Marsha sedang mondar-mandir di depan ruang UGD. Ada apa?
"Yo, ada apa lo nyuruh gue kesini?" tanya gue. Penasaran.
"Dir..." kata Rio seolah menahan kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.
"Ada apa Yo?" tanya gue lagi.
Rio menggigit bibir bagian bawahnya seolah enggan untuk mengatakan sesuatu pada gue.

***

Jam dua dini hari gue duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang tempat seseorang yang gue sayangi terbaring lemah. Marsha. Gue menatap wajahnya yang pucat dengan kedua mata indahnya yang masih tertutup rapat. Suasana begitu sepi. Beberapa orang yang menunggu Marsha di Rumah Sakit terlihat pulas tidur di sofa di dalam ruangan tempat Marsha dirawat. Suara alat pendeteksi detak jantung kian terdengar nyaring membuktikan bahwa Marsha berjuang untuk tetap hidup. Tuhan... Jangan Kau ambil Marsha dariku.
Gue menggenggam tangan Marsha lalu menciumnya. Air mata gue kembali tumpah untuk kesekian kalinya. Gue teringat kata-kata dokter semalam kalo Marsha... Marsha harus kehilangan kaki kanannya. Ya, Marsha diamputasi karena kecelakaan yang dialaminya. Mobil yang dikendarai Marsha dengan kecepatan tinggi menabrak truk yang sedang parkir di tepi jalan.
"Sayang, bangun. Elo harus tunjukin sama kita semua kalo lo bisa hadir di tengah-tengah kita lagi. Sayang...." kata gue sambil mencium tangan Marsha. Lama.
Tak lama kemudian gue merasakan tangan Marsha bergerak. Syukur. Gue langsung menyambutnya dengan senyuman.
"Marsha, ini gue Dirga," kata gue sambil memandangi wajah Marsha. Matanya sedikit membuka.
"Leo, jangan tinggalin gue," katanya dengan suara yang lemah.
Leo? Kenapa dia menyebut nama Leo? Kenapa bukan Dirga?
"Marsha... Ini gue, Dirga." kata gue pelan.
"Di...rga," kata Marsha lalu menangis.
"Dir, gue dimana?"
"Elo di Rumah sakit Sha,"
"Dirga maafin gue, gue udah gak percaya sama lo,"
"Maksud lo apa?" tanya gue gak ngerti.
"Ternyata... Apa yang elo bilang bener, Dir." jawabnya diiringi air mata yang keluar dari matanya yang indah.
"Yang mana?" tanya gue.
"Gue udah tahu semuanya. Leo emang selingkuh. Gue... gue ngeliat Leo lagi ciuman sama Tiara di rumah Leo. Leo juga bilang sama gue kalo dia... dia udah gak cinta sama gue, Dir,"
Gue memeluk Marsha. "Elo harus ngelupain dia Sha. Dia gak pantas buat lo,"
"Entahlah Dir, gue gak tahu apa yang mesti gue lakuin. Gue gak bisa ngelupain Leo."
"Marsha... Please, tinggalin Leo. Elo pasti ngedapetin kebahagiaan dengan orang lain yang sangat mencintai lo. Sha... asal lo tau, gue akan selalu menunggu hati lo untuk mencintai gue,"
"Dir... Please lupain gue, jangan pernah mencintai gue lagi. Gue gak bisa mencintai lo. Gue gak bisa Dir,"
"Gue juga gak bisa untuk ngelupain elo Sha. Gue udah terlanjur mencintai lo, gue gak bisa menjauh dari lo. Gue akan nyoba cara apapun untuk ngerebut hati lo dan gue akan ngelakuin apapun demi ngebahagiain elo,"
"Dir, please stop to loving me. . ."

                                                                                        the end


posted first time here on July, 9th 2009 at 8:34 am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar